INFO TABAGSEL.com-Saat menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-69 Kemerdekaan RI Tahun 2014, pada sidang bersama DPR-RI dan DPD RI, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (15/8) pagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan refleksi pribadinya setelah selama hampir 10 tahun memimpin Indonesia.
“Dalam kesempatan yang baik ini, ada beberapa refleksi pribadi yang ingin saya sampaikan ke hadapan sidang yang mulia ini, dan juga kepada rakyat Indonesia,” kata Presiden SBY sebelum menyampaikan refleksinya dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua DPR-RI Marzuki Alie itu.
Pertama, kata SBY, jangan pernah lupa bahwa yang paling penting kita bangun adalah sistem – sistem demokrasi, sistem politik, dan sistem ekonomi. Ia menegaskan, demokrasi tidak boleh bergantung pada figur seseorang, namun harus bergantung pada lembaga, pada peraturan, pada hukum dan norma.
“Sejarah mengajarkan kita, selama sistem itu kuat, maka negara akan kuat, rakyat juga kuat. Tetapi, jika sistem itu lemah dan keropos, demokrasi kita akan kembali labil dan mengalami kemunduran,” ujarnya.
Kedua, menurut Presiden SBY, kita harus menjaga ke-Indonesia-an kita. Menurut SBY, tidak ada gunanya kita menjadi semakin makmur dan modern, namun kehilangan yang amat fundamendal dan terbaik dari bangsa kita: Pancasila, ke-Bhinnekaan, semangat persatuan, toleransi, kesantunan, pluralisme, dan kemanusiaan.
“Jika para pendiri bangsa dulu mempertahankan kemerdekaan sampai titik darah penghabisan, bagi generasi kita kini ke-Indonesia-anlah yang harus kita pertahankan mati-matian,” tegas SBY seraya menyebutkan, karena itu pulalah, Pemerintah dengan tegas menolak penyebaran paham sesat Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)di tanah air karena sangat bertentangan – dan bahkan berbahaya – bagi jati diri kita.
Presiden meminta para pemimpin di seluruh tanah air, saya untuk tegas mengambil sikap mengenai tantangan ini. “Ini adalah ujian bagi kebangsaan kita, ke-Indonesia-an kita. Indonesia adalah negara berketuhanan, bukan negara agama,” tegasnya.
Ketiga, Presiden SBY mengingatkan, kita semua mempunyai tanggung jawab untuk mencegah agar jangan sampai demokrasi kita menjadi elitis. Ia mengingatkan, reformasi dimulai sebagai gerakan akar rumput, sebagai ekspresi aspirasi rakyat, yang kemudian dijelmakan dalam sistem politik yang sekarang kita anut.
“Alangkah malangnya kalau demokrasi tersebut akhirnya kehilangan jiwa kerakyatannya, dan kemudian panggung politik hanya didominasi oleh segelintir elit yang berjiwa transaksional, apalagi bila dicampur dengan nasionalisme yang sempit,” ujar SBY seraya menyebutkan, kalau itu terjadi, maka malapetaka akan kembali menimpa Negara yang kita cintai ini.
Karena itu, SBY yang didampingi Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono mengingatkan, kita harus terus menjaga agar gravitasi demokrasi Indonesia terus berkisar pada rakyat.
Keempat, atau yang terakhir, Presiden SBY mengajak semua pihak untuk menjaga momentum bangsa yang positif dan prospektif ini, yang dengan susah payah kita peroleh. Ia menyebutkan, setelah 69 tahun merdeka, Indonesia telah tampil menjadi demokrasi yang besar, ekonomi yang kuat, dan pemain internasional yang disegani, serta dengan masa depan yang menjanjikan. Dunia melihat Indonesia bukan saja sebagai kawan, namun sering pula sebagai rujukan yang positif.
“Terlepas dari segala permasalahan dalam negeri yang masih kita hadapi, kita bisa membuktikan kepada dunia bahwa di bumi Indonesia, demokrasi, Islam dan modernitas dapat tumbuh bersama; kita bisa menunjukkan bahwa konflik dapat diselesaikan secara damai dan demokratis; kita bisa bangkit dari berbagai krisis yang beruntun menerpa kita; dan kita bisa memperlihatkan bahwa bangsa yang majemuk seperti kita juga dapat menjadi bangsa yang rukun,” terang SBY.
Menurut Kepala Negara, itu bukan capaian pribadinya, bukan pula capaian Pemerintah semata. “Ini adalah prestasi sejarah bangsa Indonesia. Kita semua wajib menjaga momentum bangsa yang baik ini, dan bahkan meningkatkannya,” terang SBY seraya menyebutkan, agar masyarakat tidak melupakan, dunia penuh dengan contoh bangsa yang sedang naik daun kemudian tersandung dan jatuh seketika.
“Jangan sampai hal itu terjadi pada bangsa kita,” tegasnya. Penyampaian Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-69 Kemerdekaan RI Tahun 2014 itu dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono dan Ibu Herawati Boediono, mantan Presiden BJ Habibie, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua MPR Sidarto Danusubroto, para pimpinan lembaga tinggi negara, para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, para duta besar negara sahabat, dan para tauladan dari seluruh tanah air.
“Dalam kesempatan yang baik ini, ada beberapa refleksi pribadi yang ingin saya sampaikan ke hadapan sidang yang mulia ini, dan juga kepada rakyat Indonesia,” kata Presiden SBY sebelum menyampaikan refleksinya dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua DPR-RI Marzuki Alie itu.
Pertama, kata SBY, jangan pernah lupa bahwa yang paling penting kita bangun adalah sistem – sistem demokrasi, sistem politik, dan sistem ekonomi. Ia menegaskan, demokrasi tidak boleh bergantung pada figur seseorang, namun harus bergantung pada lembaga, pada peraturan, pada hukum dan norma.
“Sejarah mengajarkan kita, selama sistem itu kuat, maka negara akan kuat, rakyat juga kuat. Tetapi, jika sistem itu lemah dan keropos, demokrasi kita akan kembali labil dan mengalami kemunduran,” ujarnya.
Kedua, menurut Presiden SBY, kita harus menjaga ke-Indonesia-an kita. Menurut SBY, tidak ada gunanya kita menjadi semakin makmur dan modern, namun kehilangan yang amat fundamendal dan terbaik dari bangsa kita: Pancasila, ke-Bhinnekaan, semangat persatuan, toleransi, kesantunan, pluralisme, dan kemanusiaan.
“Jika para pendiri bangsa dulu mempertahankan kemerdekaan sampai titik darah penghabisan, bagi generasi kita kini ke-Indonesia-anlah yang harus kita pertahankan mati-matian,” tegas SBY seraya menyebutkan, karena itu pulalah, Pemerintah dengan tegas menolak penyebaran paham sesat Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)di tanah air karena sangat bertentangan – dan bahkan berbahaya – bagi jati diri kita.
Presiden meminta para pemimpin di seluruh tanah air, saya untuk tegas mengambil sikap mengenai tantangan ini. “Ini adalah ujian bagi kebangsaan kita, ke-Indonesia-an kita. Indonesia adalah negara berketuhanan, bukan negara agama,” tegasnya.
Ketiga, Presiden SBY mengingatkan, kita semua mempunyai tanggung jawab untuk mencegah agar jangan sampai demokrasi kita menjadi elitis. Ia mengingatkan, reformasi dimulai sebagai gerakan akar rumput, sebagai ekspresi aspirasi rakyat, yang kemudian dijelmakan dalam sistem politik yang sekarang kita anut.
“Alangkah malangnya kalau demokrasi tersebut akhirnya kehilangan jiwa kerakyatannya, dan kemudian panggung politik hanya didominasi oleh segelintir elit yang berjiwa transaksional, apalagi bila dicampur dengan nasionalisme yang sempit,” ujar SBY seraya menyebutkan, kalau itu terjadi, maka malapetaka akan kembali menimpa Negara yang kita cintai ini.
Karena itu, SBY yang didampingi Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono mengingatkan, kita harus terus menjaga agar gravitasi demokrasi Indonesia terus berkisar pada rakyat.
Keempat, atau yang terakhir, Presiden SBY mengajak semua pihak untuk menjaga momentum bangsa yang positif dan prospektif ini, yang dengan susah payah kita peroleh. Ia menyebutkan, setelah 69 tahun merdeka, Indonesia telah tampil menjadi demokrasi yang besar, ekonomi yang kuat, dan pemain internasional yang disegani, serta dengan masa depan yang menjanjikan. Dunia melihat Indonesia bukan saja sebagai kawan, namun sering pula sebagai rujukan yang positif.
“Terlepas dari segala permasalahan dalam negeri yang masih kita hadapi, kita bisa membuktikan kepada dunia bahwa di bumi Indonesia, demokrasi, Islam dan modernitas dapat tumbuh bersama; kita bisa menunjukkan bahwa konflik dapat diselesaikan secara damai dan demokratis; kita bisa bangkit dari berbagai krisis yang beruntun menerpa kita; dan kita bisa memperlihatkan bahwa bangsa yang majemuk seperti kita juga dapat menjadi bangsa yang rukun,” terang SBY.
Menurut Kepala Negara, itu bukan capaian pribadinya, bukan pula capaian Pemerintah semata. “Ini adalah prestasi sejarah bangsa Indonesia. Kita semua wajib menjaga momentum bangsa yang baik ini, dan bahkan meningkatkannya,” terang SBY seraya menyebutkan, agar masyarakat tidak melupakan, dunia penuh dengan contoh bangsa yang sedang naik daun kemudian tersandung dan jatuh seketika.
“Jangan sampai hal itu terjadi pada bangsa kita,” tegasnya. Penyampaian Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-69 Kemerdekaan RI Tahun 2014 itu dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono dan Ibu Herawati Boediono, mantan Presiden BJ Habibie, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua MPR Sidarto Danusubroto, para pimpinan lembaga tinggi negara, para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, para duta besar negara sahabat, dan para tauladan dari seluruh tanah air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar