INFO TABAGSEL.com-Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Yusril Ihza Mahendra terkait uji materi Undang-Undang No 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
"Permohonan pemohon untuk menafsirkan menafsirkan pasal 3 ayat 4, pasal 9, pasal 14 ayat 2, dan pasal 112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diterima, menolak permohonan permohon untuk selain dan selebihnya," kata Hakim Ketua Hamdan Zoelva di ruang sidang Mahkamah Konsititusi pada Kamis (20/03) seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia, Christine Franciska.
Yusril memasukkan permohonan ini pada bulan Januari 2014 dengan argumen bahwa peraturan UU Pilpres yang mewajibkan partai politik memenuhi ambang batas parlemen menghalangi hak konstitusionalnya.
"Bahwa hak konstitusional pemohon itu yang dijamin oleh konstitusi kini terhalang, terhambat, dan dikebiri oleh ketentuan-ketentuan UU 42 Tahun 2008," kata Yusril dalam permohonannya saat itu.
Menanggapi penolakan tersebut, Yusril mengatakan yang terpenting tanggung jawabnya sebagai akademisi sudah tuntas.
"Ga papa berarti tugas saya untuk meluruskan negara ini supaya sesuai dengan norma-norma konstitusi tidak dikabulkan berarti saya tidak bertanggung jawab sebagai akademisi dan intelektual kalau nanti sesudah Pilpres ada pihak yang mempersoalkan legitimasi dan konstitusionalitas dari orang yang terpilih," kata Yusril.
"MK tidak sependapat dengan saya, ya apa boleh buat karena putusan MK kan punya kekuatan hukum yang mengikat sementara pendapat saya kan pendapat akademisi," tutupnya.
"Permohonan pemohon untuk menafsirkan menafsirkan pasal 3 ayat 4, pasal 9, pasal 14 ayat 2, dan pasal 112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diterima, menolak permohonan permohon untuk selain dan selebihnya," kata Hakim Ketua Hamdan Zoelva di ruang sidang Mahkamah Konsititusi pada Kamis (20/03) seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia, Christine Franciska.
Yusril memasukkan permohonan ini pada bulan Januari 2014 dengan argumen bahwa peraturan UU Pilpres yang mewajibkan partai politik memenuhi ambang batas parlemen menghalangi hak konstitusionalnya.
"Bahwa hak konstitusional pemohon itu yang dijamin oleh konstitusi kini terhalang, terhambat, dan dikebiri oleh ketentuan-ketentuan UU 42 Tahun 2008," kata Yusril dalam permohonannya saat itu.
Menanggapi penolakan tersebut, Yusril mengatakan yang terpenting tanggung jawabnya sebagai akademisi sudah tuntas.
"Ga papa berarti tugas saya untuk meluruskan negara ini supaya sesuai dengan norma-norma konstitusi tidak dikabulkan berarti saya tidak bertanggung jawab sebagai akademisi dan intelektual kalau nanti sesudah Pilpres ada pihak yang mempersoalkan legitimasi dan konstitusionalitas dari orang yang terpilih," kata Yusril.
"MK tidak sependapat dengan saya, ya apa boleh buat karena putusan MK kan punya kekuatan hukum yang mengikat sementara pendapat saya kan pendapat akademisi," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar