INFO TABAGSEL.com-Sudah pernah mencicipi ikan bakar dengan bumbu holat? Ya sepertinya makanan buat para raja khas Tapanuli Selatan itu kini dapat dijumpai di kota Medan tidak harus pergi ke Tapanuli Selatan.
Holat
yang dibuat dari kayu Balakka yang dikupas kulitnya yang biasanya hanya
terdapat di hutan kawasan Tapanuli Selatan itu kini sudah dapat ditemui
di pinggiran Jl. Sisingamangaraja, Medan tepatnya di depan kampus
UNIVA, Medan.
Yang
menarik dari bumbu holat tersebut adalah kayu balakka yang dikupas
kulitnya dicampur dengan air garam dan bawang kemudian direbut dan
dicampur dengan pangananan lainnya seperti pakat atau umbut rotan atau
ikan Bakar.
Tidak
heran rentengan ikan bakar yang dipajangkan di tempat bakaran ikan
mengundang para pengguna jalan Sisingamangaraja, selain harum dari
bumbu-bumbu bakarnya, juga mengundang air liur yang menghirupnya apalagi
pada bulan Ramadhan.
“Benar
ini merupakan masakan khas dari Tapanuli Selatan bahkan ikan-ikan yang
dibakar ini pula dibawa dari daerah sana seperti Mandiling, Madina, dan
Palas. Kerena kesemuanya ikan ini asli dari
sungai yang ada di sana,” ujar Edi Nasution.
Dia
mengatakan ikan yang dipajangkan seperti jurung, baung, labosang, alu,
nila, gurami, limbat, dan lainnya. “Biasanya yang paling sulit
didapatkan adalah ikan jurung dan baung, terkadang satu hari hanya
dapat 5 kg atau tiga ekor,” ujarnya.
“Pastinya
harganya cukup mahal untuk ikan jurung ini, karena ikan ini benar-benar
asli dari sungai terlihat warna dari ikannya pun berbeda dengan ikan
jurung lokal atau terkanakan,” ujar Edi Nasution.
Edi
mengakui untuk satu kilogram ikan jurung ini dibanderol seharga Rp200
ribu, sedangkan ikan ikan baung dibanderol Rp80 ribu, begitupula dengan
ikan labosang. “Sedangkan ikan alu, gurami, limbat, ataupun nila
berkisar Rp30 ribu s/d Rp45 ribu per kilogramnya,” ujarnya.
Hal itu juga diungkapkan Amin Hasibuan, pedagang ikan bakar dari Tapsel ini menyatakan bahkan para pelanggan yang hanya untuk mencicipi ikan jurung ini tidak hanya dari warga kota Medan melainkan dari Jakarta.
"ini terlihat sangat sulit didapatkan,” ujarnya.
Namun, akunya, para pelanggan yang datang tidak hanya ingin menikmati ikan sungai asli dari Tapanuli Selatan itu juga melainkan dengan percikan bumbu yang berasal dari sana pula.
“Kita tidak hanya mendagangkan ikan bakar dan bumbu asal Tapsel tersebut melainkan ada pakat dan juga lemang yang biasanya menemani percikan-percikan bumbi yang diolah dari bahan alami tersebut,”
lanjutnya.
Dia mengaku, berdagang ikan bakar dengan bumbu ciri khas Tapsel ini hanya dilakukan pada bulan-bulan Ramadhan karena ini hanya mengobati para penduduk Medan baik yang pernah bermukim di Tapsel, juga warga perantauan bahkan seluruh etnis yang ingin merasakan masakan khasTapsel.
“Untuk hari biasanya kita tidak berjualan ikan bakar ini, dan ini hanya kegiatan musiman saja,” ujarnya.
Amin mengaku untuk satu harinya dirinya bisa menjual sekitar 30 s/d 40 kilogram ikan dari jenis apapun tidak hanya jurung, baung, melainkan limbat, labosang, nila, kora-kora, dan lainnya.
“Tapi yang paling menarik adalah sambal tuk-tuk, dimana ikan yang dibakar adalah ikan Megawati atau kora-kora sebagai penyedap makanan diwaktu berbuka maupun sahur,” lanjutnya kembali.
Sementara Sudarman, penduduk kota Medan mengaku setiap Ramadhan dirinya membeli masakan khas Tapsel ini. “Benar setiap harinya saya harus membeli salah satu ikan bakar masakan khas Tapsel ini,” ujarnya.
“Soalnya saya sudah menetap di daerah Tapsel selama 23 tahun sehingga jika tidak kena dengan masakan khas Tapsel ini sepertinya ada yang kurang di lidah,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, ikan sungai ini dikenal sehat karena tidak mengandung kolesterol yang tinggi sehingga aman dikonsumsi untuk seluruh kalangan.(starberita.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar