SAAT INI NASIB TENAGA HONORER DI UJUNG TANDUK.DIKABARKAN RPP TENTANG PENGANGKATAN HONORER MENJADI CPNS SUDAH BERADA DI ATAS MEJA PRESIDEN SBY UNTUK DISAHKAN MENJADI PP.AKAN TETAPI,DIKABARKAN PULA BAHWA SBY ENGGAN MENANDATANGANI RPP TERSEBUT KARENA BANYAKNYA TENAGA HONORER KATEGORI II YANG DIDOMINASI GURU HONORER.OLEH SEBAB ITU,DUKUNGAN DAN SUPORT DARI SEMUA ELEMEN SANGAT DIPERLUKAN UNTUK MEYAKINKAN SBY BAHWA MENGANGKAT SEMUA HONORER BAIK KATEGORI I MAUPUN KATEGORI II ADALAH KEPUTUSAN YANG TEPAT DAN DIDUKUNG SEMUA PIHAK.DUKUNG PENGANGKATAN GURU HONORER MENJADI CPNS
INFO PALUTA.com-Ernawilis, guru Sekolah Dasar
(SD) di kampung terpencil, Jorong Ladangkonsi, Pakan Rabaa Timur, KPGD,
Solok Selatan. Tahun ini, sudah delapan tahun mengabdikan diri menjadi
tenaga pendidik di SDN 14 Ladangkonsi. Gaji yang diterimanya, tidaklah
seberapa. Seperti apa kisahnya?
JILBAB sarung warna
hitam, masih terpasang di kepalanya. Lengkap dengan stelan hijau seragam
Linmas. Siang itu, Ernawilis baru pulang dari sekolah. Wanita kelahiran
37 tahun lalu itu, punya jadwal mengajar setiap hari. Senin sampai
Sabtu. Dari pukul 07.30 sampai pukul 13.00 WIB.
Untunglah, SD 14 tempatnya mengajar dekat dari rumah, sekitar 100 meter. Di sela-sela jam kosong, dia bisa pulang memasak untuk suami dan tiga anaknya.
Untunglah, SD 14 tempatnya mengajar dekat dari rumah, sekitar 100 meter. Di sela-sela jam kosong, dia bisa pulang memasak untuk suami dan tiga anaknya.
Menjadi seorang guru adalah keputusannya sejak 2004 silam. Dia terpanggil mengabdikan diri ketika melihat sekolah di dekat rumahnya itu, kekurangan guru. Ernawilis sadar betul tenaganya sangat dibutuhkan di SD itu.
Tanpa pikir panjang, ia menawarkan diri mengajar di SD tersebut. Ladang harus ditinggalkannya. Diganti dengan mengajar setiap hari, dengan upah hanya Rp 100 ribu. Waktu itu, kenang Erna, gaji guru honorer diperoleh dari iuran wali murid. Itu pun kadang diterima lima bulan ke depan.
Tapi, baginya itu tak masalah. Erna maklum, dan tahu betul kondisi ekonomi masyarakatnya.
Menyuruh anaknya bersekolah saja, itu sudah syukur.
Lalu pada 2005, gaji honorer dinaikkan lagi oleh kepala sekolah. Naiknya memang tidak signifikan. Menjadi Rp 150 ribu per bulan. Untuk menopang ekonomi keluarga, honor sebesar itu jauh dari cukup. Tapi bukan itu motivasi Ernawilis menjadi guru SD di kampungnya.
“Biarlah Tuhan yang membalasnya. Asalkan keluarganya tetap diberi kesehatan, itu sudah lebih dari cukup,” imbuhnya.
Suaminya, Wandri, 40, bekerja sebagai petani. Nah, dari situlah mereka sekeluarga hidup. “Kalau dihitung dari gaji honor, ndak ka cukuik doh. Tapi , nan penting dek awak, ilmu nan awak miliki bermanfaat untuk anak-anak,” ujar wanita yang telah menamatkan Diploma II, dan kini tengah melanjutkan pendidikan S-1.
Ia bersyukur sejak adanya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), honornya bertambah menjadi Rp 350 ribu per bulan. Akan tetapi, pembayarannya tetap setiap tiga bulan, meski tugasnya hampir sama dengan guru tetap.
“Awak basaba sajo. Untuang-untung bisuak diangkek jadi pegawai,” harapnya, lalu tersenyum.
Selain Ernawati, ada dua lagi rekannya di Pakan Rabaa Timur atau Pintikayu, yang bernasib serupa. Yunita Salma, dan Fitri Wati. Delapan tahun mengabdi menjadi guru honor, tapi tak jelas kapan akan diangkat jadi pegawai. (***)dukung guru honorer jadi CPNS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar