INFO TABAGSEL.com-Perjuangan hak perempuan di Indonesia sendiri dimulai pada saat yang sama dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia di awal abad ke-20. Hari Ibu yang dirayakan setiap tanggal 22 Desember, juga merupakan peringatan atas pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia pertama pada tahun 1928. Melalui kongres tersebut, organisasi perempuan dari berbagai daerah di Indonesia menjadi instrumen penting dalam memperkuat pergerakan kemerdekaan.
"Jadi betul bila dikatakan bahwa perempuan Indonesia berada tepat di tengah-tengah pergerakan kemerdekaan beriringan dengan kaum laki-laki," kata Wakil Presiden Boediono saat memberikan keynote speech pada pembukaan Konferensi Tingkat Menteri ke-4 2012 tentang Peran Perempuan dalam Pembangunan di negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Jakarta, Selasa 4 Desember 2012. Dan, Wapres menambahkan, pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, hak perempuan untuk berpartisipasi penuh dalam pembangunan dan semua bidang kehidupan ditegaskan kembali melalui UUD 1945. Sejak saat itu, berbagai peraturan dan kebijakan yang sesuai telah ditetapkan untuk melindungi hak perempuan.
Hadir dalam pembukaan konferensi internasional tersebut Maryam Mojtahedzadeh Larijani asal Republik Islam Iran selaku ketua konferensi sebelumnya; Prof. Ekmeleddin Ihsanoglu Sekretaris Jenderal OKI; Michelle Bachelet Wakil Sekretaris Jenderal PBB dan Direktur Eksekutif UN-Women, yang pernah menjadi Presiden Chili serta 160 delegasi dari negara-negara anggota OKI, organisasi internasional dan negara pengamat.
Wakil Presiden Boediono mengucapkan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ibu Maryam Mojtahedzadeh Larijani yang telah memimpin konferensi sebelumnya di Teheran pada 2010. Konferensi ini berhasil mengesahkan Deklarasi Teheran dan melahirkan mekanisme untuk pelaksanaan Rencana Aksi OKI untuk Kemajuan Perempuan (OIC Plan of Action for the Advancement of Women/OPAAW). Indonesia berharap untuk dapat melanjutkan kerja yang sangat baik tersebut sehingga dapat memberikan kontribusi lebih bagi pemajuan perempuan baik di dalam masyarakat muslim maupun di seluruh dunia.
Wapres juga menyampaikan terima kasih kepada Wakil Sekretaris Jenderal PBB dan Direktur Eksekutif UN-Women, Yang Mulia Michele Bachelet atas kehadirannya. Ia menyambut baik bahwa di bawah kepemimpinannya, UN-Women sebagai entitas PBB yang baru terbentuk, telah bertekad untuk melibatkan berbagai organisasi antar pemerintah dalam lingkup kerjanya. Penghargaan juga disampaikan Yang Mulia Prof. Ekmeleddin Ihsanoglu, Sekretaris Jenderal OKI dan juga Sekretariat Umum OKI atas dukungan yang diberikan bagi penyelenggaraan konferensi ini.
Konferensi Tingkat Menteri tentang Peran Perempuan dalam Pembangunan Negara-negara OKI
Menurut Wapres, Indonesia merasa sangat terhormat untuk dapat kembali menjadi tuan rumah bagi pertemuan internasional OKI tahun ini. Patut dicatat bahwa pada bulan Februari yang lalu, Indonesia juga menjadi tuan rumah bagi Sesi Pertama Komisi Permanen Hak Asasi Manusia OKI. Hal ini hanya merupakan sebagian dari komitmen penuh Indonesia dalam mendukung kinerja OKI selama lebih dari tiga dekade.
Dalam konteks global, dengan banyaknya organisasi dan institusi yang mengambil bagian dalam diskusi internasional, OKI selalu memiliki posisi yang unik. Sebagai organisasi, OKI merepresentasikan tidak kurang dari 1.5 milyar penduduk dunia. Tiga dari negara anggota OKI adalah anggota G-20. Saat ini, OKI merupakan satu-satunya organisasi antar pemerintah yang mewakili dunia muslim yang keanggotaannya meliputi empat kawasan yang berbeda di seluruh dunia. Dengan mandat seperti ini, OKI berpotensi untuk memberikan kontribusi lebih bagi dunia, dalam merepresentasikan suara ummah di berbagai bidang yang menjadi kepentingan mereka.
Indonesia juga percaya bahwa untuk dapat berkontribusi secara konstruktif dan mengambil peran yang lebih besar di panggung dunia, negara anggota OKI perlu memperkuat fondasinya dan memberdayakan masyarakatnya, termasuk perempuan, yang merepresentasikan lebih dari separuh potensi dan masa depan OKI.
Untuk itu, Indonesia selalu hadir, mulai dari awal pembentukan OKI dan di berbagai tahapan bersejarah penting yang menandai perjuangan dan transformasi OKI sebagai organisasi multilateral. Indonesia akan terus mendukung proses reformasi dan restrukturisasi OKI. Selain itu, pengesahan Program Aksi 10 Tahun OKI pada tahun 2005 dan Piagam OKI pada tahun 2008 telah memetakan jalur baru bagi OKI dalam meningkatkan relevansinya baik terhadap para negara anggota, terhadap dunia secara umum, dan untuk memberikan solusi krisis dan tantangan yang dihadapi dunia Muslim.
Indonesia juga berbesar hati bahwa dalam konteks yang besar ini, terdapat peningkatan komitmen untuk melaksanakan implementasi hak-hak asasi manusia, sebagai salah satu pilar dari nilai-nilai OKI. Dalam memajukan hak-hak asasi manusia diantara negara anggota dan sejalan dengan Cairo Declaration on Human Rights in Islam, telah dibentuk pula OIC Independent and Permanent Commission on Human Rights and the OIC Women’s Development Organization.
Lebih lanjut, pembentukan Konferensi Tingkat Menteri mengenai Peran Perempuan dalam Pembangunan di negara-negara anggota OKI telah menciptakan suatu proses yang paralel dan saling memperkuat dalam OKI untuk mempromosikan dan meningkatkan status perempuan. Sejak tahun 2006, Konferensi Tingkat Menteri ini telah menjadi forum reguler bagi negara anggota OKI untuk saling bertukar pikiran dan berbagi pengalaman, serta untuk menyiapkan strategi, standar, program dan tujuan bersama dalam memajukan dan memperkuat peran perempuan dalam pembangunan negara anggota OKI. "Kami bangga untuk menjadi bagian dari seluruh proses ini," kata Wapres.
Partisipasi dan Peran Ekonomi
Wapres melanjutkan, tema konferensi tahun ini yaitu: “Peningkatan Partisipasi dan Peran Perempuan dalam Pengembangan Ekonomi di Negara-negara Anggota OKI” bertalian erat dengan kondisi internasional saat ini. Krisis ekonomi dan keuangan serta ancaman krisis pangan dan perubahan iklim tetap akan menjadi pembahasan agenda global dalam beberapa tahun mendatang. Lebih dari sebelumnya, perempuan menerima dampak krisis secara seimbang, yang membuat perempuan semakin rentan terhadap berbagai diskriminasi yang berlapis.
Tema ini juga merupakan kelanjutan komitmen yang dibuat negara-negara anggota OKI pada tiga konferensi sebelumnya untuk meningkatkan upaya mempromosikan peran dan partisipasi perempuan dalam pembangunan ekonomi. Suatu tantangan bersama bagi sebagian besar negara berkembang, termasuk negara yang menjadi anggota OKI. Di Indonesia, Usaha Kecil Menengah dan Mikro (UKMM) merupakan tulang punggung sektor informal dimana mayoritas tenaga kerja perempuan bekerja. Perempuan menjalankan 39% dari total usaha kecil dan mikro, serta 18% dari total usaha menengah dan besar. Saat ini pemerintah Indonesia memiliki sejumlah program nasional untuk memperkuat peran kepemimpinan perempuan dalam pengembangan usaha kecil menengah.
Tantangan Perempuan di Wilayah Konflik
Wapres mengatakan, meskipun isu ekonomi cukup penting, kita tidak boleh melupakan isu terkait situasi dan penderitaan saudari-saudari yang hidup di daerah konflik atau berada di bawah kependudukan asing di berbagai belahan dunia. Situasi yang semakin memburuk di Suriah telah menyebabkan keprihatinan yang sangat mendalam. OKI diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan kondisi minimum bagi berlangsungnya suatu proses politik. Untuk menumbuhkan nilai keadilan, inklusivitas dan rekonsiliasi, kita juga harus memastikan adanya partisipasi perempuan dalam proses perdamaian di Suriah.
Berkenaan dengan isu Palestina, lanjut Wapres, OKI juga harus memberikan kontribusi bagi upaya peningkatkan kapasitas pemerintahan Negara Palestina yang juga akan melibatkan perempuan dalam proses pengambilan keputusan. Sangat penting bagi OKI untuk sepenuhnya mendukung proses rekonsiliasi di Palestina.
Dalam kesempatan ini, Indonesia menyambut baik pengesahan Resolusi PBB pada tanggal 29 November 2012 yang didukung oleh 138 negara anggota PBB, termasuk Indonesia sebagai co-sponsor, untuk meningkatkan status Palestina di PBB menjadi “non-member observer state” dari “entity”. Resolusi ini menandai salah satu tonggak sejarah penting ke arah pengakuan Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh. Hal ini juga merupakan validasi atas kerja dan dukungan tiada henti dari OKI bagi perjuangan Palestina sejak awal pembentukannya.
Untuk isu Rohingya, Indonesia percaya bahwa reformasi demokrasi yang berkelanjutan di Myanmar merupakan instrumen kunci dalam memecahkan permasalahan ini. Indonesia terus mendukung Myanmar dalam langkahnya untuk menjadi suatu masyarakat demokratis dan inklusif.
"Izinkan saya untuk menegaskan kembali bahwa di saat dunia ini menghadapi tantangan dalam skala besar - yang sebagian banyak terjadi di dunia Islam – sangat penting bagi OKI untuk menempatkan diri sebagai bagian dari pemecahan masalah dari sebagian tantangan dimaksud," kata Wapres.
Wapres meyakini bahwa para anggota delegasi akan memanfaatkan konferensi ini sepenuhnya untuk saling bertukar ide dan pengalaman dan pelajaran yang didapat. Wapres sangat berharap bahwa negara-negara anggota OKI dapat mengadopsi dokumen akhir berisi rekomendasi strategis yang tidak hanya menjawab tantangan yang dihadapi oleh perempuan di dunia Islam, tetapi juga memberikan kontribusi pada perbaikan perempuan di seluruh dunia. "Dan kita akan melakukannya dengan merujuk kapada nilai-nilai Islam tentang perdamaian, kasih, toleransi, keadilan, dan martabat manusia, sebagaimana tercantum dalam Piagam OKI," tandasnya.
"Jadi betul bila dikatakan bahwa perempuan Indonesia berada tepat di tengah-tengah pergerakan kemerdekaan beriringan dengan kaum laki-laki," kata Wakil Presiden Boediono saat memberikan keynote speech pada pembukaan Konferensi Tingkat Menteri ke-4 2012 tentang Peran Perempuan dalam Pembangunan di negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Jakarta, Selasa 4 Desember 2012. Dan, Wapres menambahkan, pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, hak perempuan untuk berpartisipasi penuh dalam pembangunan dan semua bidang kehidupan ditegaskan kembali melalui UUD 1945. Sejak saat itu, berbagai peraturan dan kebijakan yang sesuai telah ditetapkan untuk melindungi hak perempuan.
Hadir dalam pembukaan konferensi internasional tersebut Maryam Mojtahedzadeh Larijani asal Republik Islam Iran selaku ketua konferensi sebelumnya; Prof. Ekmeleddin Ihsanoglu Sekretaris Jenderal OKI; Michelle Bachelet Wakil Sekretaris Jenderal PBB dan Direktur Eksekutif UN-Women, yang pernah menjadi Presiden Chili serta 160 delegasi dari negara-negara anggota OKI, organisasi internasional dan negara pengamat.
Wakil Presiden Boediono mengucapkan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ibu Maryam Mojtahedzadeh Larijani yang telah memimpin konferensi sebelumnya di Teheran pada 2010. Konferensi ini berhasil mengesahkan Deklarasi Teheran dan melahirkan mekanisme untuk pelaksanaan Rencana Aksi OKI untuk Kemajuan Perempuan (OIC Plan of Action for the Advancement of Women/OPAAW). Indonesia berharap untuk dapat melanjutkan kerja yang sangat baik tersebut sehingga dapat memberikan kontribusi lebih bagi pemajuan perempuan baik di dalam masyarakat muslim maupun di seluruh dunia.
Wapres juga menyampaikan terima kasih kepada Wakil Sekretaris Jenderal PBB dan Direktur Eksekutif UN-Women, Yang Mulia Michele Bachelet atas kehadirannya. Ia menyambut baik bahwa di bawah kepemimpinannya, UN-Women sebagai entitas PBB yang baru terbentuk, telah bertekad untuk melibatkan berbagai organisasi antar pemerintah dalam lingkup kerjanya. Penghargaan juga disampaikan Yang Mulia Prof. Ekmeleddin Ihsanoglu, Sekretaris Jenderal OKI dan juga Sekretariat Umum OKI atas dukungan yang diberikan bagi penyelenggaraan konferensi ini.
Konferensi Tingkat Menteri tentang Peran Perempuan dalam Pembangunan Negara-negara OKI
Menurut Wapres, Indonesia merasa sangat terhormat untuk dapat kembali menjadi tuan rumah bagi pertemuan internasional OKI tahun ini. Patut dicatat bahwa pada bulan Februari yang lalu, Indonesia juga menjadi tuan rumah bagi Sesi Pertama Komisi Permanen Hak Asasi Manusia OKI. Hal ini hanya merupakan sebagian dari komitmen penuh Indonesia dalam mendukung kinerja OKI selama lebih dari tiga dekade.
Dalam konteks global, dengan banyaknya organisasi dan institusi yang mengambil bagian dalam diskusi internasional, OKI selalu memiliki posisi yang unik. Sebagai organisasi, OKI merepresentasikan tidak kurang dari 1.5 milyar penduduk dunia. Tiga dari negara anggota OKI adalah anggota G-20. Saat ini, OKI merupakan satu-satunya organisasi antar pemerintah yang mewakili dunia muslim yang keanggotaannya meliputi empat kawasan yang berbeda di seluruh dunia. Dengan mandat seperti ini, OKI berpotensi untuk memberikan kontribusi lebih bagi dunia, dalam merepresentasikan suara ummah di berbagai bidang yang menjadi kepentingan mereka.
Indonesia juga percaya bahwa untuk dapat berkontribusi secara konstruktif dan mengambil peran yang lebih besar di panggung dunia, negara anggota OKI perlu memperkuat fondasinya dan memberdayakan masyarakatnya, termasuk perempuan, yang merepresentasikan lebih dari separuh potensi dan masa depan OKI.
Untuk itu, Indonesia selalu hadir, mulai dari awal pembentukan OKI dan di berbagai tahapan bersejarah penting yang menandai perjuangan dan transformasi OKI sebagai organisasi multilateral. Indonesia akan terus mendukung proses reformasi dan restrukturisasi OKI. Selain itu, pengesahan Program Aksi 10 Tahun OKI pada tahun 2005 dan Piagam OKI pada tahun 2008 telah memetakan jalur baru bagi OKI dalam meningkatkan relevansinya baik terhadap para negara anggota, terhadap dunia secara umum, dan untuk memberikan solusi krisis dan tantangan yang dihadapi dunia Muslim.
Indonesia juga berbesar hati bahwa dalam konteks yang besar ini, terdapat peningkatan komitmen untuk melaksanakan implementasi hak-hak asasi manusia, sebagai salah satu pilar dari nilai-nilai OKI. Dalam memajukan hak-hak asasi manusia diantara negara anggota dan sejalan dengan Cairo Declaration on Human Rights in Islam, telah dibentuk pula OIC Independent and Permanent Commission on Human Rights and the OIC Women’s Development Organization.
Lebih lanjut, pembentukan Konferensi Tingkat Menteri mengenai Peran Perempuan dalam Pembangunan di negara-negara anggota OKI telah menciptakan suatu proses yang paralel dan saling memperkuat dalam OKI untuk mempromosikan dan meningkatkan status perempuan. Sejak tahun 2006, Konferensi Tingkat Menteri ini telah menjadi forum reguler bagi negara anggota OKI untuk saling bertukar pikiran dan berbagi pengalaman, serta untuk menyiapkan strategi, standar, program dan tujuan bersama dalam memajukan dan memperkuat peran perempuan dalam pembangunan negara anggota OKI. "Kami bangga untuk menjadi bagian dari seluruh proses ini," kata Wapres.
Partisipasi dan Peran Ekonomi
Wapres melanjutkan, tema konferensi tahun ini yaitu: “Peningkatan Partisipasi dan Peran Perempuan dalam Pengembangan Ekonomi di Negara-negara Anggota OKI” bertalian erat dengan kondisi internasional saat ini. Krisis ekonomi dan keuangan serta ancaman krisis pangan dan perubahan iklim tetap akan menjadi pembahasan agenda global dalam beberapa tahun mendatang. Lebih dari sebelumnya, perempuan menerima dampak krisis secara seimbang, yang membuat perempuan semakin rentan terhadap berbagai diskriminasi yang berlapis.
Tema ini juga merupakan kelanjutan komitmen yang dibuat negara-negara anggota OKI pada tiga konferensi sebelumnya untuk meningkatkan upaya mempromosikan peran dan partisipasi perempuan dalam pembangunan ekonomi. Suatu tantangan bersama bagi sebagian besar negara berkembang, termasuk negara yang menjadi anggota OKI. Di Indonesia, Usaha Kecil Menengah dan Mikro (UKMM) merupakan tulang punggung sektor informal dimana mayoritas tenaga kerja perempuan bekerja. Perempuan menjalankan 39% dari total usaha kecil dan mikro, serta 18% dari total usaha menengah dan besar. Saat ini pemerintah Indonesia memiliki sejumlah program nasional untuk memperkuat peran kepemimpinan perempuan dalam pengembangan usaha kecil menengah.
Tantangan Perempuan di Wilayah Konflik
Wapres mengatakan, meskipun isu ekonomi cukup penting, kita tidak boleh melupakan isu terkait situasi dan penderitaan saudari-saudari yang hidup di daerah konflik atau berada di bawah kependudukan asing di berbagai belahan dunia. Situasi yang semakin memburuk di Suriah telah menyebabkan keprihatinan yang sangat mendalam. OKI diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan kondisi minimum bagi berlangsungnya suatu proses politik. Untuk menumbuhkan nilai keadilan, inklusivitas dan rekonsiliasi, kita juga harus memastikan adanya partisipasi perempuan dalam proses perdamaian di Suriah.
Berkenaan dengan isu Palestina, lanjut Wapres, OKI juga harus memberikan kontribusi bagi upaya peningkatkan kapasitas pemerintahan Negara Palestina yang juga akan melibatkan perempuan dalam proses pengambilan keputusan. Sangat penting bagi OKI untuk sepenuhnya mendukung proses rekonsiliasi di Palestina.
Dalam kesempatan ini, Indonesia menyambut baik pengesahan Resolusi PBB pada tanggal 29 November 2012 yang didukung oleh 138 negara anggota PBB, termasuk Indonesia sebagai co-sponsor, untuk meningkatkan status Palestina di PBB menjadi “non-member observer state” dari “entity”. Resolusi ini menandai salah satu tonggak sejarah penting ke arah pengakuan Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh. Hal ini juga merupakan validasi atas kerja dan dukungan tiada henti dari OKI bagi perjuangan Palestina sejak awal pembentukannya.
Untuk isu Rohingya, Indonesia percaya bahwa reformasi demokrasi yang berkelanjutan di Myanmar merupakan instrumen kunci dalam memecahkan permasalahan ini. Indonesia terus mendukung Myanmar dalam langkahnya untuk menjadi suatu masyarakat demokratis dan inklusif.
"Izinkan saya untuk menegaskan kembali bahwa di saat dunia ini menghadapi tantangan dalam skala besar - yang sebagian banyak terjadi di dunia Islam – sangat penting bagi OKI untuk menempatkan diri sebagai bagian dari pemecahan masalah dari sebagian tantangan dimaksud," kata Wapres.
Wapres meyakini bahwa para anggota delegasi akan memanfaatkan konferensi ini sepenuhnya untuk saling bertukar ide dan pengalaman dan pelajaran yang didapat. Wapres sangat berharap bahwa negara-negara anggota OKI dapat mengadopsi dokumen akhir berisi rekomendasi strategis yang tidak hanya menjawab tantangan yang dihadapi oleh perempuan di dunia Islam, tetapi juga memberikan kontribusi pada perbaikan perempuan di seluruh dunia. "Dan kita akan melakukannya dengan merujuk kapada nilai-nilai Islam tentang perdamaian, kasih, toleransi, keadilan, dan martabat manusia, sebagaimana tercantum dalam Piagam OKI," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar