DAFTAR BERITA

Minggu, 28 Oktober 2012

Ulama NU disebut algojo PKI 1965,NU adukan majalah Tempo ke Dewan Pers

Ketua Pengurus Pusat Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia (PP Lesbumi) NU Al-Zastrouw Ngatawi (kiri) bersama Nahdliyin mendoakan para kyai dan santri yang menjadi korban pemberontakan PKI 1948-1965. (ANTARA/Dhoni Setiawan)

Surabaya (ANTARA News) - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur melapor pimpinan dan kru liputan Majalah Tempo ke Dewan Pers menyusul liputan bertajuk "Pengajuan Algojo 1965" yang dinilai tidak "fair" dan sengaja "mengadili kasus" (trial by the press).

"Kami minta hak jawab kepada Majalah Tempo, tapi kami juga akan melapor ke Dewan Pers, karena mereka sudah jelas melanggar Pasal 6 UU Pers 40/1999 dan Pasal 4 Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)," kata Wakil Sekretaris PWNU Jatim H Achmad Sujono di Surabaya, Minggu.

Ia menjelaskan sikap dan pandangan PWNU Jatim itu dilakukan justru setelah PWNU Jatim mengadakan rapat dengan P Wahyu dari Majalah Tempo di Sekretariat PWNU Jatim pada 9 Oktober 2012. "Hasil pertemuan merumuskan perlunya PWNU Jatim melakukan hak jawab," ucapnya.

Menurut dia, indikasi pelanggaran UU Pers dan KEWI oleh Majalah Tempo itu terlihat dari penempatan KH Machrus Aly, Gus Ali Maksum, Kiai Idris Marzuki, dan sejumlah kiai sebagai bagian dari algojo PKI 1965, padahal pandangan itu sangat tidak proporsional dan tidak fair.

"Tempo terlalu menyederhanakan persoalan dan terkesan ceroboh, peliputan yang menghina pesantren dan tidak cover both side, bahkan rubrik opini menulis dengan sengaja menyudutkan bahwa NU adalah organisasi yang aktif berperan dalam `pembersihan` PKI di Jateng dan Jatim," tuturnya.

Oleh karena itu, tuduhan itu terkesan memihak dan tidak cover both side karena PKI sendiri melakukan pembantaian warga sebelum 1965, seperti Peristiwa Kanigoro, dan pembantaian dalam pemberontakan PKI dengan `Madiun Fair 1948`.

Sementara itu, peneliti "Center for Indonesia Community Studies" (CICS) Arukat Jaswadi menegaskan bahwa peristiwa 1965 tidak seharusnya dikaitkan dengan pelanggaran HAM, karena situasinya sangat berbeda dan tahun 1965 itu ada kaitannya dengan 1945 di Madiun dan Kanigoro (Blitar), sehingga pemahaman tidak menjadi sepihak.

Tidak ada komentar: